Mutiaraindotv – Kec.Bayung Lemcir, Kabupaten Musi Banyuasin, Semakin bertambah luasnya operasi penguasaan lahan oleh para oknum Perusahaan Perkebunan Kayu, Sawit, Pertambangan dan Hutan Tanaman Industri (HTI), kerap menjadi permasalah agraria yang semakin meluas di Sumatera Selatan, khususnya di Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin. Monopoli tanah skala besar oleh pihak perusahaan bersama para oknum mafia tanah. Sedangkan masyarakat sekitar hanya jadi penonton dan lebih paranya lagi ditempatkan pada posisi paling lemah dalam upaya mempertahankan tanah dan hak-haknya atas sumber daya alam.
Desa Simpang Bayat dimulai sejak Zaman Belanda ditahun 1948-1968, di bawah Pemerintahan Marga Bayat, kemudian Pemerintahan Desa mengantikan Pemerintahan Marga Bayat pada tahun 1979, Kampung kampung di mekarkan menjadi beberapa desa, maka dari itu terbentuklah Desa Simpang Bayat. Inilah hutan desa pertama diwilayah Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya di Bayung Lencir, yang mana untuk menjaga lahan rawa gambut dari para perambahan, yang harus dijaga oleh Pemerintah setempat. Kini malah menjadi perambahan hutan dan lahan gambut terbesar di Kabupaten Musi Banyuasin, khususnya wilayah Kecamatan Bayung Lencir menjadi alih fungsi lahan, tumbuh Perusahan, Pertambangan, Tower Minyak Bumi dan Hamparan Kebun Sawit milik para cukong dibantu mafia tanah lokal.
Padahal SK Hutan Desa dulu diserahkan langsung oleh Mantan Wapres RI, Boediono kepada Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, pada tanggal 22 Januari 2010 di Jakarta. Ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 54/Menhut-II/2010 tertanggal 21 Januari 2010, bahwa Hutan Desa Muara Merang merupakan kawasan hutan produksi lalan mangsang mendis.
Awal dihuni sekitar 300 KK yang ikut program Hutan Desa Muara Merang, setiap KK bisa mengelola lahan budidaya seluas 2 hektar dari luas lahan 7.250 hektar. Dari 7.250 hektar tersebut dibagi menjadi 2 kategori lahan yaitu :
- 1. 3.390 Hektar merupakan lahan budidaya dan
- 3.860 Hektar merupakan lahan lindung berupa rawa gambut.
Akan tetapi sampai tahun 2023 ini, hutan milik masyarakat yang untuk dikelola sesuai peruntukannya hilang dikuasai para mafia tanah dan perusahan. Ini terjadi semenjak adanya Lembaga Pengelola Hutan Desa diawali dengan luas lahan 2.000 Ha, kini bisa hampir seluruh lahan dikawasan Desa Bayat dan Desa Mendis, Kecamatan Bayung lencir tinggal cerita dongeng. Karena pengambilan alih fungsi lahan ini, adanya keterlibatan para oknum baik di lingkungan desa dan pemerintahan dibantu dengan para oknum mafia yang berada di kehutanan.Inilah yang terjadi di desa pangkalan Bayat lahan yang sudah dikelola masyarakat dan sudah dilakukan penanaman berbagai macam tanaman, tiba-tiba datang pihak PT. SBB didampingi Aparat dilingkungan pemerintahan Muba dan APH mengusur lahan yang sudah ada pondok dan tanaman masyarakat beumur hampir 1 tahun. Dan pada tahun 2018, pihak perusahaan SBB mengklaim bahwa masyarakat tak ada hak mengelola lahan tersebut, dikarenakan pihak perusahaan sudah mengantongi izin yang dikeluarkan oleh Kehutanan UPT Meranti.
Masyarakat Bayat dan Mendis takut dan tak berani melawan perusahaan karena di back up oleh aparat dan robot besi menghabisi tanaman dan pondok milik masyarakat Bayat ditahun 2018. Dan masyarakat telah membawa masalah ini ke Pemkab Muba untuk minta keadilan, namun sampai 2023 tak kunjung satu hak masyarakat dipenuhi oleh Pemkab Musi Banyuasin.
Hasil konfirmasi Tim Mutiaraindotv ke UPT Meranti Ramos tertanggal 06 November 2023, menyampaikan terkait pengelolaan atau menggarap lahan hutan itu harus ada izin. Jika kawasan itu didapatkan dari konsesi yang lain itu bisa kita garap dan kelola dengan syarat DP9 (Perhutanan Sosial). Apabila di kawasan konsesi artinya perzinaan orang lain seperti perusahaan yang ada disana seperti BPP dan SBB, itu bisa dikelola secara kemitraan dengan perusahaan tersebut. Akan tetapi keputusan akhir ada di perusahaan bukan kehutanan, karena mereka sudah mendapatkan izin lebih dulu, ucapnya.Lanjut Ramos, Jika memang mau bermitra, karena itu di posisikan sebagai tanaman kehidupan, ya harus ada kemitraan dengan masyarakat setempat dikawasan hutan tersebut. Ya intinya yang boleh bermitra adalah masyarakat sekitar lahan tak boleh masyarakat dari luar daerah. Dan bila itu bukan termasuk kosensi perusahaan atau kosensi Gapoktan, ya kita harus mengurus perizinan perhutanan B9, dan itu ada skema HKM maksimal 2 Ha 1 orang/KK, dan HTR maksimal 15 Ha 1 orang/KK dan jenis tanaman pun disesuaikan dengan aturan RKPS dan RKP yang penting tak boleh menanam sawit.
Intinya pak..?, apabila kawasan tersebut masuk konsesi Izin perusahaan lain, Gapoktan dan Kelompok Tani Hutan berarti harus ada kemitraan. Tegas UPT Meranti Ramos. Jika menyerobot lahan sudah ada konsesinya tidak boleh harus di cek dulu dilapangan pak. Ya intinya tidak boleh menyerobot atau mengambil alih lahan yang sudah dikelola kelompok masyarakat itu tidak boleh, katanya.
Menyikapi kesemrawutan terkait perizinan kawan lahan hutan baik di Bayat dan Mendis tim mutiaraindotv melayangkan surat ke Pemkab Musi Banyuasin Nomor 010/LP_Alih Fungsi Lahan/KTRP_MITV Media Grup/Bekasi/XI/2023, tertanggal 13 November 2023 ke PJ Bupati Muba c/q. PJ Sekda Muba serta 7 OPD terkait sampai saat ini belum ada jawaban. Saat ditanya Tim Mutiaraindotv yang bertugas di Musi Banyuasin bahwa surat klarifikasi Tim Mutiaraindotv saat ini masih di meja Asisten 1 dan di OPD sudah diterima Kepala Dinasnya tapi kami masih menunggu instruksi PJ Bupati dan PJ Sekda Muba pak.Ditahun 2023 permasalahan lahan di wilayah Desa Bayat dan Mendis ini diangkat kembali oleh Kelompok Tani Harapan Sejahtera dikomodai Imam bersama anggota kelompok, melakukan pertemuan langsung dengan ibu Amelda staf Kehutanan Muba untuk mengecek langsung kebenaran laporan masyarakat. Namun sampai saat ini hak masyarakat Bayat dan Mendis belum terpenuhi.
” KUHP Buku II Bab XXV, perbuatan curang seperti penyerobotan tanah dapat diancam dengan hukuman pidana penjara maksimal empat tahun. Pasal 385 terdiri dari 6 ayat ini mendefinisikan secara jelas akan tindakan kejahatan tersebut. Segala bentuk kejahatan yang terdapat dalam pasal 385 ini disebut dengan kejahatan Stellionnaat, yang mana merupakan aksi penggelapan hak atas harta yang tak bergerak milik orang lain, seperti tanah, sawah, kebun, gedung, dll. (018).