Mutiaraindotv, Kabupaten Bekasi – Jawa Barat, Sejak Pemilu Reformasi 1999, Memilih Kepala Daerah secara langsung pertama kali dalam Pilkada Pertama ditahun 2007 dan berlanjut ke tahun 2012 hingga tahun 2017. Kenapa Kemajuan Bekasi masih sangat tertinggal, dengan tingkat daya saing dan capaian yang masih jauh dari harapan ? Tragisnya, malah berujung runtuhnya Wibawa, nama baik dan harga diri Bekasi dengan beberapa Kasus Mega Korupsi yang menimpa Pucuk Pemerintahan. Jumat, 21 Juni 2019.
Bekasi telah kehilangan banyak Kekayaan Alamnya, Tanah, Minyak, Gas, Lahan Pertanian, Perkebunan, terutama Sumber Daya Manusia. Karena Pribumi yang tersisih secara Ekonomi, Sosial dan Politik, maupun Kebudayaan dan Tradisinya.
Kapan Bekasi akan melahirkan Pemimpin yang terbaik dan berkemajuan, berdaya saing tinggi dan unggul ?
Sepanjang Budaya Korupsi dan Transaksional di lingkungan Elit Pemimpin dan dilengkapi Budaya Korupsi Berjamaah. Apapun tujuan dan target Pembangunan yang diharapkan pasti akan Gagal.
Moga masih ada harapan dan kesempatan yang dimanfaatkan bagi perubahan terbaik di Kabupaten Bekasi. Kunci perubahan terbaik di Bekasi dengan hadirnya Pemimin terbaik dan Teladan, bukan karena Uang, Money Politic atau Transaksional.

Bekasi bukan lagi Warga Lokal saja dan bukan hanya Sunda, Betawi atau Banten. Bukan pula hanya dari Perwakilan Nusantara Mini akan tetapi bermacam Suku diantaranya, Suku Jawa, Suku Batak, Suku Melayu, Suku Timur, Suku Bali, dan lainnya. Bahkan sekitar Perwakilan dari 30 warga Negara Asing – sebut warga Manca Negara – sudah ada dan tinggal sejak 30 tahun lalu.
Bekasi pun tak lagi Agraris, bahkan kebanyakan Area Pertanian, Perkebunan, Tani dan Nelayan. Begitu cepat lahannya berubah secara Drastis menjadi Kawasan Industri, Perumahan dan Area Pabrik. Serta Kota – kota baru yang membentang Hutan berubah menjadi Beton dan Kemewahan. Semua terlindas oleh Ketamakan dan Keserakahan yang tak Manusiawi dan tak Ramah Lingkungan.
Roda Perekonomian berjalan 24 jam tanpa Henti, Mobilitas dan Transformasi Ekonomi berjalan sangat cepat, bahkan sangat cepat dan melesat. Ada kemajuan, ada juga kemunduran, ada yang datang, ada juga yang hilang. Masalah Sosial, Ekonomi, Hukum, Pendidikan, Kebudayaan dan Kemanusiaan Makin Kusut, Amburadul dan Kompleks.

Tidak juga dan Mustahil, Arus Besar begitu Cepat Migrasi ke Bekasi diabaikan. Bahkan saat ini Pemain Utama Ekonomi dan Industri bukanlah warga Bekasi, bukan pula warga asli WNI. Bekasi sudah menjadi Kawasan warga Global (Global Society), bukan lagi Lokal Melulu. Bagaimana memadukan tata kehidupan yang Makmur Bahagia dan Berdaya Lahir Batin secara Harmoni bagi semua lapisan warga ?
Reformasi dan Demokrasi langsung Pemilu Kepala Daerah di Bekasi patut jadi Renungankan. Setiap warga punya kesempatan memilih, pernah terpilih dan mendapat Amanah. Seperti Pilkada tahun 2007, paslon Bupati – Wabup Sa’duddin pasangan Darip Mulyana, dilanjutkan tahun 2012, paslon Bupati – Wabup Neneng Hasanah Yasin pasangan Rohim Mintaredja. Dan pada tahun 2017, paslon Bupati – Wabup, Neneng Hasanah Yasin pasangan Eka Supri Atmaja, diwarnai dengan Tragedi Prahara Kasus Megakorupsi yang Menghebohkan Kabupaten Bekasi.
Patut menjadi Tafakkur bersama, apakah Pemilihan langsung didasari Faktor Keterpilihan secara Visioner dan Berkualitas dan Keunggulan atau justru karena proses Transaksional dan Money Politic !
Mengapa hingga sekarang, kita belum mendengar adanya Reputasi dan Prestise, Keunggulan Kepala Daerah Bekasi menjadi Role Model, Trend Setter dan Berdaya Saing. Seperti Kepala Daerah lainnya, sebut saja, Jokowi sangat Harum dari Walikota Solo, Ridwan Kamil dari Kota Bandung, Risma di Surabaya. So, apa yang menjadi Kebanggaan, rasa Takdzim dan Kemuliaan atau Penghargaan kita atau pihak lain atas Prestasi dan Keunggulan Kepala Daerah yang kita pilih dan kita dukung.
Apa Prestasi dan Kemajuan yang dapat kita Banggakan ? Hal yang paling mengenaskan adalah betapa aneh bin ajaib di tengah Ribuan Pabrik dan Perusahaan, akan tetapi Pengangguran Membanjir. Cari Kerja Sulit, Mahal, bahkan diperas, banyak Calo dan Mafia Agen Tenaga kerja dibiarkan.
Buruk. Dan Tata Kelola Sampah sangat Amburadul, sampai Tingkat Keamanan dan Rasa Aman juga banyak Titik Rawannya. Dimana Harmoni dan Kemajuan bisa dinikmati oleh warga Kabupaten Bekasi.
Kemana Keuntungan, Uang dan Investasi yang dicetak 24 jam di Kawasan Industri itu ? Siapa paling diuntungkan siapa dikorbankan ?
Begitulah potret nyata, fakta dan Realita Kabupaten Bekasi masa kini, lebih dari 3 kali Pilkada, dengan harapan Melahirkan Pemimpin yang mampu Memberi Solusi dan Eksekusi atas masalah warga Bekasi belum sesuai harapan. Sejarah tak pernah Pupus akhirnya Terbukti, Uang bukan Solusi, Demokrasi dengan Transaksi malah menimbulkan Bencana. Kita butuh Recovery, Pemulihan Kepercayaan Publik dan Rakyat.
Rakyat nya pun perlu mengasah Kesadaran Moral dan Intelektual, dan Budaya Money Politic, Transaksi dan Pragmatis. Memilih Pemimpin jangan semata karena Uang, Uang Cendol, Nomor Piro Wani Piro, harus segera dikikis dari Penyakit Korupsi Berjamaah yang makin Parah.
Perhelatan siapa Wakil Bupati yang terbaik dan pantas mendampingi Bupati Eka, tentunya tak banyak bisa kita harapkan untuk perubahan Fundamental yang luar biasa. Masa kerja efektifnya hanya 2 tahun, selebihnya pasti sibuk Agenda Pilkada 2022.
Apakah Golkar Rela atau bisa berani mengambil Calon Non Kader, apakah para Dewan yang akan memilih akan keluar dari Tradisi Politik Uang. Apakah bebas dari tradisi Mahar. Beban moral dan tanggung jawab terbesar ada pada Bupati dan Golkar serta Partai Pengusung. Masihkah rakyat bisa percaya, hasilnya akan sesuai Aspirasi Rakyat.
Saya meyakini, Pontensi dan kemampuan Putera Daerah Bekasi sangat mumpuni dan lebih dari layak. Justru kendalanya ada pada longgarnya semangat bersatu dan bersama di lingkungan warga daerah sendiri. Saling sikat, Saling Sikut, Saling Gilas dan Saling Lindas.
Mentalitas Kacung, Budak dan lebih nyaman mengorbankan warga dan sesama warga sendiri menjadikan Kultur dan Kehidupan Sosial yang tidak Solid. Banyak Ormas, Lembaga dan Organisasi tapi saling bertikai. Sementara, warga pendatang lebih Solid dan membangun Solidaritas yang kuat.
Secara Ekonomi, Investasi, Kualitas SDM maupun Spirit Solidaritas Warga Pribumi yang tersisih dan terkalahkan. Malah sangat mudah Diadu Domba, jadilah warga yang terpecah Belah. Bahkan dicampakkan sebagai warga yang dicap sebagi Sumberdaya Rendah, gak bisa Bersaing dan Malas, dituduh lebih banyak gunakan Otot dari pada Otak.

Bagaimana orang baik, Sholeh, Visioner, Ahli dan Berpengalaman bisa tampil menjadi Pemimpin, kalau Budaya Politiknya masih seperti Rimba Raya Kebun Binatang, siapa kuat uangnya itulah yang menang?