Mutiara IndoTV, Semarang – Jawa Tengah. Memiliki latar belakang demografi yang mayoritas atau 65% penduduknya tinggal di perdesaan, berprofesi sebagai petani termasuk buruh tani. Selain itu, menurut informasi data yang diterima. Bahwa sebanyak 14,56% penduduk miskin di Jawa Tengah, mayoritas juga berasal dari lingkungan petani.
Sayangnya, para petani selalu menemui kendala kelangkaan pupuk bersubsidi saat masa pemupukan. Setelah dilakukan analisis, ternyata masalahnya adalah pendistribusian barang bersubsidi yang dijual terbuka. Sehingga banyak terjadi penyimpangan, karenanya perlu perubahan sistem agar pendistribusian pupuk bersubsidi dilakukan tertutup, sehingga dinilai keberadaan kartu tani sangat penting.
Diharapkan dengan kartu tani yang sudah dibagikan kepada petani tersebut, dapat digunakan sebagai alat penebusan dan pembayaran pupuk bersubsidi bagi petani di Provinsi Jawa Tengah. Di samping itu juga dapat mewujudkan distribusi pupuk bersubsi disesuai dengan asas “enam tepat” (tepat jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu, dan harga), serta pemberian layanan perbankan bagi petani.
Dengan begitu, distribusi pupuk bersubsidi dapat benar – benar diterima petani yang berhak. Setiap anggota atau petani hanya akan menerima jatah alokasi, sesuai dengan yang tercantum dalam sistem. Dengan demikian penyimpangan pupuk bersubsidi yang selama ini terjadi, dibeberapa daerah dapat diminimalisasi atau dihindari.
Dan kebutuhan pupuk bagi para petani yang berhak menerima akan lebih terjamin, pada akhirnya maka target produksi yang telah ditetapkan akan dapat diwujudkan. Dan petani pun semakin sejahtera, demikian yang menjadi tujuan adanya Kartu Tani.
Namun lain halnya di lapangan, Program Kartu Tani yang dicanangkan Pemprov Jawa Tengah mulai 2 Januari 2018 menuai banyak persoalan di lapangan. Mulai dari banyaknya petani, yang belum mendapatkan kartu hingga prosesnya yang mempersulit petani mendapatkan pupuk.
Sebagaimana data yang dihimpun dari berbagai sumber bahwa jumlah petani yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota, tercatat sebanyak 2.576.763 orang dengan lahan seluas 1.386.091 hektare. Menurut para petani yang disampaikan kepada Ketua Umum Garda Amanah Indonesia, Imam Supaat, mayoritas para petani mengeluhkan tentang kartu tani.
Imam menjelaskan, bahwa konsep dan niat dari terbitnya kartu tani sesungguhnya baik karena ingin memudahkan para petani. “Semangatnya ingin mendorong transaksi nontunai, namun justru hal tersebut dianggap oleh petani merepotkan.
Selain petani merasa direpotkan, para distributor dan pengecerpun merasa dirugikan, hal tersebut disebabkan kebelum siapan para petani kita dalam melakukan transaksi elektronik,” kata imam. Kemarin Rabu, (14/3/2018) di Salatiga.
Selain itu, banyak dari beberapa lahan petani saat ini yang tidak ber-SPPT tidak mendapatkan jatah pupuk, padahal jumlah lahan yang tidak berSPPT sangat banyak. Justru faktanya Kuota pupuk sebelum ada Kartu Tani mencapai 28.000 kg per tahun, namun setelah ada Kartu Tani hanya 24.500 kg per tahun.
“Saat ini banyak lahan yang tidak ber SPPT dan tidak mendapat alokasi pupuk, sedangkan saat ini setiap pembelian pupuk harus dengan Kartu Tani jadi kalau tidak ada Kartu Tani tidak dapat membeli pupuk. Kalau seperti ini siapa yang dirugikan,” ungkap Ketua Umum Garda Amanah Indonesia, Imam.
Dijelaskannya, jika persoalan Kartu Tani tidak cukup sampai disitu saja, prosedur yang rumit membuat petani pusing seperti petani harus mengisi saldo terlebih dahulu di bank. Kemudian barulah dapat membeli pupuk, dengan Kartu Tani sebagai ATM yang akan digesek pada mesin edisi yang tersedia di pengecer pupuk.
“Petani ini kan orang kampung yang jarang masuk ke bank bahkan ada yang takut jadi terlalu ribet prosedurnya, misalkan petani sayuran seperti kangkung yang ingin beli pupuk namun kebutuhan pupuknya hanya 1 kg untuk 1 minggu. Apa harus ke bank dulu untuk beli pupuk, tentunya kan tidak.” jelas Pimpinan Redaksi suarakpk.
Ia berharap bahwa program ini harus terus di evaluasi, apabila belum siap sebaiknya ditunda terlebih dahulu karena yang terdampak langsung petani. Hal ini disebabkan, oleh kurangnya persiapan dari pemerintah yang sekarang dan sosialisasi.
Dirinya juga menilai perlu adanya program yang menarik bagi petani, agar mereka tetap semangat untuk menanam padi. “Harus ada program menarik agar petani semangat menanam padi,” jelasnya.
Menurut dia, meski lahan pertanian luas dan produktivitasnya masih bisa ditingkatkan, akan percuma jika petani enggan menanam padi. “Diharapkan petani tidak perlu was – was kalau saat panen tiba,” katanya.
Sementara itu, salah satu petani di Purwokerto Supriyanto yang sedang membeli pupuk di salah satu toko mengatakan bahwa dirinya belum memiliki kartu tani dan masih bingung mekanismenya.
“Kalau harus ke bank dulu setor uang, itu mempersulit, saya sendiri tidak pernah ke bank.Apalagi seperti saya beli pupuk hanya sedikit lantaran sawahnya juga sedikit,” ujarnya.
Senada diungkapkan penjual pupuk di Purwokerto, Ismail. Menurut dia, kartu tani mempersulit karena banyak aturan. Informasi yang dihimpun di lapangan, beberapa waktu lalu sudah ada yang mencoba dengan kartu tani di tempatnya namun saat digesek tidak ada data yang keluar dimonitor mesin edisi.
“Saat ini sistemnya juga belum beres, jadi harapan kami janganlah program ini semakin mempersulit para petani dan pengecer di pedesaan.” harapnya. (Tim Redaksi)